OBAT JANTUNG DAN ANTIHIPERTENSI
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Pengertian Penyakit Jantung
Penyakit
jantung
adalah sebuah kondisi yang menyebabkan jantung tidak dapat melaksanakan
tugasnya dengan baik. Hal-hal tersebut antara lain otot jantung yang lemah
(kelainan bawaan sejak lahir) dan atau adanya celah antara serambi kanan dan
serambi kiri, oleh karena tidak sempurnanya pembentukan lapisan yang memisahkan
antara kedua serambi saat penderita masih di dalam kandungan. Hal ini menyebabkan
darah bersih dan darah kotor tercampur.
Penyakit jantung dapat menyerang siapa saja, entah itu
orang tua, anak kecil, pria maupun wanita. Dari semua golongan manusia dapat
terserang penyakit jantung. Pada umumnya penyakit jantung timbul karena pola
hidup yang kurang sehat sehingga memicu timbulnya penyakit ini, selain itu ada
juga beberapa penyakit yang dapat berdampak pada kesehatan jantung pula. Penyakit
jantung adalah salah satu penyakit yang berbahaya dan banyak menimbulkan
kematian kepada penderitanya. Tak jarang, si penderita terlambat mengetahui bahwa
dia menderita penyakit jantung sehingga terlambat untuk diatasai. Untuk itu, mengetahui
gejala penyakit jantung perlu di ketahui agar bisa segera dilakukan tindak pengobatan
secepatnya.
2.2 Faktor Penyebab Penyakit Jantung
Faktor yg menyebabkan terkena resiko penyakit
jantung sebagai mana dikemukakan di dalam Satu Kongres Kardiolog di Munich
Jerman yaitu : merokok, tenanan darah tinggi, diabetes, pola makan yang salah,
kegiatan fisik yang berlebihan, konsumsi alkohol, banyaknya lemak dalam darah,
faktor psikososial, usia dan jenis kelamin, faktor keturunan, serta stress.
2.3 Jenis Penyakit Jantung
Adapun jenis-jenis dari
penyakit jantung antara lain:
1.
Gagal
jantung
Gagal jantung atau di kenal dengan bahasa medis Heart
Failure, dimana keadaan jantung Anda tidak dapat lagi memasok aliran darah
untuk memenuhi kebutuhan tubuh.
2.
Serangan
jantung
Serangan jantung atau Heart Valve Disease, terjadi
karena salah satu katup jantung Anda tidak dapat berfungsi dengan baik.
3.
Penyakit
jantung koroner
Penyakit jantung koroner atau Coronary Artery Disease,
disebabkan oleh lapisan lemak atau kolesterol di dinding arteri yang menyumbat
pembuluh darah Anda, sehingga proses suplai darah dari dan ke jantung
terganggu. Penyakit jantung koroner merupakan pembunuh no. 1 di Amerika.
4.
Penyakit
jantung bawaan
Penyakit jantung bawaan atau Congenital Heart Disease
juga menjadi salah satu risiko terbesar penyebab penyakit jantung.
2.4
Penggolongan Obat Jantung
Gangguan
jantung yang paling umum terjadi adalah angina, aritmia jantung, dan layu
jantung. Nyeri angina terjadi jika jantung
tidak cukup menerima darah beroksigen. Ini
terjadi jika aliran darah yang melalui arteria koronaria terhambat, biasanya
karena sumbatan yang melapisi bagian dalam arteri ini. Keadaan yang tak
menyenangkan ini biasanya terjadi bila jantung harus bekerja lebih keras
seperti misalnya pada kelelahan jasmani dan stress emosi.
Denyut
jantung tak teratur merupakan gangguan irama jantung yang normal. Ada berbagai
jenis aritmia, yaitu fibrilasi, jantung menggelepar, palpitasi, denyut
prematur, dan paroksismal takhikardia (denyut jantung sangat cepat). Layu
jantung terjadi jika jantung gagal memompakan darah segera setelah darah masuk.
Ini menyebabkan darah tertimbun di paru-paru sehingga napas akan pendek dan
terjadi penimbunan cairan dalam jaringan tubuh. Obat
jantung dikelompokkan dalam 6 bagian, yaitu:
1. Antiaritmika
Obat ini menormalkan
kembali denyut jantung yang tak teratur. Nama paten obat antiaritmika antara
lain : Quinidex Extentabs (kinidin), Procan (prokainamida), Norpace (disopiramida).
2. Obat Jantung Pemblok
Beta
Pemblok beta adalah
obat jantung yang banyak fungsinya. Di samping menghilangkan nyeri angina dan
menormalkan kembali denyut jantung, obat ini juga efektif menurunksn tekanan
darah. Pemblok beta juga digunakan untuk maksud lain seperti mencegah sakit
kepala migrain. Nama paten obat pemblok beta antara
lain : Blocadren (timolol), Corgard (nadolol), Inderal (propranolol), Lopressor (metoprolol), Tenormin
(atenolol), Visken (pindolol).
3. Obat Angina
Obat angina
mengurangi nyeri angina dengan cara memperbaiki pasokan darah dan oksigen ke
jantung. Nama paten obat angina antara lain : Cardilate (eritritil tetranitrat), Duotrate
(pentaeritritol tetranitrat), Isordil (isosorbida dinitrat), Nitro-BID
(nitrogliserin), Nitro-Dur (nitrogliserin, transmukosal), Persantine
(dipiridamol).
4. Obat Jantung Pemblok
Kalsium
Obat pemblok kalsium
adalah perkembangan terbaru obat jantung. Obat ini dapat mengurangi nyeri
angina yang tak dapat ditanggulangi dengan obat lain. Verapamil efektif
terhadap jenis aritmia jantung tertentu. Nama paten obat pemblok kalsium antara
lain : Calan (verapamil), Cardizem (diltiazem), Isoptin
(verapamil), Procardia (nifedipin).
5. Diuretika
Diuretika
menghilangkan kelebihan cairan tubuh dan sering digunakan untuk mengobati layu
jantung. Nama paten obat diuretika antara lain : Aldactone (spironolakton), Anhydron (siklotiazida), Aquatag (benztiazida), Aquatensin (metiklotiazida),
Lasix (furosemid), Midamor (amilorid), Naqua
(triklormetiazida), dan Zaroxolyn (metolazon).
6. Obat
Jantung Digitalis (Kardiotonik)
Obat sejenis
digitalis meningkatkan kekuatan dan efisiensi jantung dan digunakan untuk mengobati
layu jantung dan menormalkan kembali denyut jantung yang tidak teratur. obat
yang dapat meningkatkan kekuatan kontraksi jantung dan menunjukkan efek pada
eksitabilitas, otomatisitas dan kecepatan konduksi jantung.
Nama paten obat
jantung digitalis antara lain : Crystodigin
(digitoksin), Digifortis (digitalis), Lanoxin
(digoksin), dan Purodigin (digitoksin).
Penggunaan : pengobatan payah jantung kongestif,
fibrilasi dan denyut atrial serta pengobatan takikardia atrial paroksismal.
Batas keamanan relatif sempit.
Contoh : serbuk daun digitalis, digitoksin,
digoksin, deslanatosid C, lanatosid C, metil-digoksin, oubain.
Mekanisme Kerja Glikosida Jantung:
•
mempengaruhi pergerakan ion
Na dan K dalam melewati membran
miokardial Ă sel
kehilangan ion K;
•
bekerja
secara langsung merangsang protein kontraktil (aktin dan miosin)
miokardial;
•
meningkatkan
kadar ion Ca
dalam sel dengan melepaskan dari
tempat ikatan dan meningkatkan pemasukan ion melalui membran sel.
Struktur glikosida jantung terdiri dari :
- komponen karbohidrat (gula) yang mengandung
tiga atau empat monosakarida,
- steroid (genin atau aglikon) yang
mengandung cincin lakton dan
terikat pada C-17.
Untuk
aktivitas kardiotonik, bagian struktur yang berperan adalah :
- a,b-lakton tidak jenuh
pada posisi 17-b;
- gugus 14-b-hidroksi;
- konfigurasi cys antara cincin A-B dan
C-D.
Gugus
gula kurang penting, tetapi berperan
dalam mengatur transpor glikosida jantung.
2.5 Interaksi
Obat Jantung
1. Interaksi obat
angina/antiaritmika
a.
Obat angina / antiaritmika - Pemblok beta
Kombinasi ini dapat menyebabkan tekanan darah turun
terlalu rendah. Akibatnya : hipotensi postural dengan gejala : pusing, lemah,
pingsan, penurunan tekanan darah yang hebat dapat menyebabkan kejang atau syok.
Obat pemblok beta diberikan pada angina, untuk
menormalkan kembali denyut jantung dan untuk menurunkan tekanan darah tinggi.
b.
Obat angina/antiaritmika – Diuretika
Kombinasi ini dapat menyebabkan tekanan darah turun
terlalu rendah. Akibatnya : pusing, lemah, pingsan, penurunan tekanan darah
yang hebat dapat menyebabkan kejang atau syok. Diuretika menghilangkan
kelebihan cairan dari tubuh dan digunakan untuk mengobati tekanan darah tinggi
dan layu jantung.
c.
Obat angina/antiaritmika – Obat tekanan darah tinggi
Kombinasi ini dapat menyebabkan tekanan darah turun
terlalu rendah. Akibatnya : pusing, lemah, pingsan, penurunan tekanan darah
yang hebat dapat menyebabkan kejang atau syok. Obat tekanan darah tinggi
digunakan untuk menurunkan tekanan darah yang tinggi.
d.
Kinidin – Digoksin (Lanoxin)
Efek digoksin dapat meningkat. Digoksin digunakan untuk
mengobati laju jantung dan untuk menormalkan kembali denyut jantung yang tak
teratur. Akibatnya : mungkin terjadi efek samping merugikan akibt terlalu
banyak digoksin. Gejala yang dilaporkan a.l. mual, gangguan penglihatan, sakit
kepala, tak bertenaga, tak ada nafsu makan, bingung, bradikardia atau
takikardia, aritmia jantung.
2. Interaksi obat jantung
pemblok beta
a.
Pemblok beta – Alkohol
Kombinasi ini dapat menyebabkan tekanan darah turun
terlalu rendah. Akibatnya : hipotensi postural dengan gejala yang menyertainya
: pusing, lemah, pingsan; penurunan tekanan darah yang hebat dapat menyebabkan
kejang atau syok. Interaksi ini dapat diperkecil dengan mengurangi minum
alcohol.
b.
Pemblok beta – Amfetamin
Efek pemblok beta dilawan. Akibatnya : kelainan yang
ditangani dengan pemblok beta tak dapat dikendalikan dengan baik. Kombinasi ini
dapat pula secara paradox menaikkan tekanan darah yang membahayakan dengan
gejala seperti demam, sakit kepala, gangguan penglihatan,. Amfetamin digunakan
sebagai pil pelangsing (tidak dianjurkan), untuk mengatasi masalah perilaku
pada anak-anak, dan untuk narkolepsi.
c.
Pemblok beta – Obat diabetes
Kombinasi ini dapat
meningkatkan atau mengurangi efek obat diabetes. Akibatnya : jika efek obat
diabetes meningkat, kadar gula dalam darah dapat turun terlalu rendah. gejala
hipoglikemia yang dilaporkan, yang akan lebih nyata pada kegiatan jasmani atau
olahraga : berkeringat, gelisah, pingsan, lelah, bingung, aritmia jantung,
takhikardia, nanar, dan gangguan penglihatan. Jika efek obat diabetes
berkurang, kadar gula darah akan tetap terlalu tinggi. Gejala hiperglikemia
yang dilaporkan : haus yang amat sangat, pengeluaran urin banyak, berat badan
berkurang, lapar, letargi, mengantuk dan nanar. Obat jantung pemblok beta
digunakan untuk angina, menormalkan kembali denyut jantung yang tak teratur,
dan membantu menurunkan tekanan darah.
3. Interaksi Obat Digitalis
a.
Kelompok digitalis – Diuretika
Kombinasi ini dapat merugikan jantung. Diuretika
menghilangkan kelebihan cairan tubuh dan digunakan pada laju jantung dan
tekanan darah tinggi. Umumnya diuretika mengurangi kadar kalium tubuh.
Kurangnya kalium menyebabkan jantung menjadi amat peka terhadap digitalis dan
resiko keracunan digitalis meningkat dengan gejala : mual, bingung, gangguan
penglihatan, sakit kepala, kurang tenaga, tak ada nafsu makan, bradikardia,
takhikardia, dan aritmia jantung.
b.
Obat jantung pemblok kalsium – Pemblok beta
Kombinasi ini dapat merugikan jantung. Jika kedua obat
ini diberikan bersama-sama, dokter harus memantau dengan teliti efek yang
terjadi pada pasien. Pemblok beta digunakan untuk mengobati kelainan jantung
dan untuk tekanan darah tinggi.
c.
Pemblok kalsium – Digoksin
Efek digoksi dapat meningkat. Akibatnya : dapat terjadi
efek samping merugikan akibat terlalu banyak digoksin. Gejala yang dilaporkan
a.l. : mual, bingung, gangguan penglihatan, sakit kepala, kurang tenaga, tak
ada nafsu makan, bradikardia, takhikardia, dan aritmia jantung.
2.6 Tumbuhan Obat Penyakit Jantung
Prinsip
utama pengobatan dengan tanaman obat adalah pentingnya menggunakan ekstrak
total tanaman, bukan isolasi murni atau tiruan zat tertentu yang berfungsi
spesifik, apalagi bahan sintetis. Keragaman kimiawi penyusun dalam tanaman
dapat menghasilkan aktivitas yang luas di dalam tubuh. Senyawa kimiawi tersebut
akan bekerja bersama-sama sehingga dapat menghilangkan efek samping yang
mungkin timbul serta dapat memberikan kemampuan kerja serentak. Dengan demikian,
jumlah senyawa yang dibutuhkan relatif sedikit disbanding pemakaina senyawa
tunggal.
Sejumlah
tanaman yang tersebar di alam mengandung glikosida steroid dengan 23 atau 24 atom
karbon yang dapat memberikan efek memperkuat pada jantung yang sedang melemah.
Di dalam tanaman, glikosida jantung terdapat dalam tumbuhan berbiji. Umumnya
banyak ditemukan pada suku Apocynaceae dan Asclepiadaceae, tetapi juga
ditemukan di dalam beberapa tanaman Liliaceae, Ranunculaceae, dan
Euphorbiaceae.
· Suku Apocynaceae,
seperti : Pulasari (Alyxia stellata A)
· Suku Liliaceae, seperti:
Bawang putih (Allium sativum L), Bawang merah (Allium cepa L)
· Suku Ranunculaceae,
seperti : jinten hitam (Nigella sativum)
· Suku Euphorbiaceae,
seperti : Meniran (Phyllantus niruri L)
Interaksi Obat Jantung dengan Tumbuhan
-
Pemberian
bersama alkaloid ergot potensial menyebabkan vasospasme koroner dan dapat
memperberat angina.
-
Lisinopril jika
dikombinasi dengan bawang putih (dapat meningkatkan efek antihipertensi)
-
Ginseng
(memperparah hipertensi).
-
Peningkatan efek
vasodilator dan efek samping termasuk hipotensi parah dan iskemia miokardial
dapat terjadi jika nifedipin digunakan bersama grapefruit.
Interaksi Tanaman Obat Jantung
a.
Allii
sativa bulbul (bawang putih)
Umbi
yang segar mangandung aliin 0,2-1,0 %. Aliin atau S-alil-L-sisteina adalah
senyawa mudah larut dalam air, dan rumus kimianya adalah
(-)-5-alil-L-sisteina-solfoksida, yang dapat terhidrolisis melalui aktivitas
enzim aliinliase membentuk alisin, amoniak, dan asam ketoasetat. Aliin adalah senyawa hemihidrat yang tidak berwarna dan
terkristalisasi dalam bentuk jarum dengan pelarut aseton. Molekulnya mempunyai
2 pusat asimetri sehingga dapat mempunyai empat isomer, dua diantaranya
diturunkan dari L-sisteina dan D-sisteina alam. Keempat isomer tersebut sudah
dapat disintesis dan salah satu yang identik dengan aliin alam adalah
(-)-S-alil-L-sisteina sulfoksida.
Alisin
tidak stabil dan dapat terurai pada saat penyulingan atau terhidrolisis oleh
air atau natrium karbonat membentuk senyawa polisulfida, dialilsulfida, yang
menyebabkan bau tidak enak dari minyak atsirinya. Hasil peruraian hidrolisis
yang sudah dapat diisolasi adalah senyawa trans- dan/atau cis-ajoen,
2-vinil-[4H]-1,3-ditiin, 3-vinil-[4H]-1,2-ditiin, dialiltrisulfida dan
metal-alil-trisulfida.
b.
Allii
cepae bulbus (bawang merah)
Komponen
utama umbi ini adalah senyawa ikatan oksida-S dengan asam amino, yaitu
zikloaliin (kadarnya sampai 2%) dan homolog propel- dan/atau propenil- dari
aliin. Pada penyimpanan dapat terjadi peruraian enzimatik membentuk ester asam
tiosulfinat, sulfinildisulfida (sepain), di- dan polisulfida, serta tiopen. Bau
dari umbi ini timbul karena adanya zat propantial-S-oksida, yang menyebabkan
mata pedih dan mengeluarkan banyak air mata.
c.
Digitalis purpureae
Folium (daun digitalis)
Dari
daun digitalis telah dapat diisolasi lebih dari 30 jenis glikosida kardenolida
dengan kadar 0,15-0,4%. Glikosida primer (glikosida purpurea A, glikosida
purpurea B, dan glukogitaloksin) semuanya mempunyai genin pada atom C3
berupa rantai linier gugus 3 gula digitoksosa dan diakhiri dengan glukosa.
Komponen aktif bahan kering dari Digitalis purpurea adalah digitoksin
(±12%), serta gitoksin, dan gitaloksin (±10%).
2.7 Pengertian Hipertensi
Hipertensi dapat didefinisikan sebagai tekanan darah tinggi
persisten dimana tekanan sistoliknya di atas 140 mmHg dan tekanan diastolickdiatas
90 mmHg. Sedangkan menurut Wiryowidagdo (2002) mengatakan bahwa hipertensi
merupakan suatu keadaan tekanan darah seseorang berada pada tingkatan di atas
normal. Tekanan darah tinggi atau banyak orang
menyebutnya sebagai hipertensi merupakan suatu keadaan tubuh dari tekanan darah
yang meningkat akibat dari adanya peningkatan tekanan darah secara kronis
(dalam jangka waktu yang cukup lama). Tekanan darah yang selalu meningkat atau
tinggi menjadi salah satu dari timbulnya faktor risiko pada suatu penyakit
seperti stroke, serangan jantung, gagal jantung dan aneurisma arterial dan
merupakan penyebab utama dari gagal jantung kronis. Faktor yang mempengaruhi hipertensi seperti : ras, usia,
obesitas, asupan garam yang tinggi, adanya riwayat hipertensi dalam keluarga.
Gangguan emosi, konsumsi alkohol yang berlebihan, rangsangan kopi
yang berlebihan, merokok, faktor keturunan, dan penyakit ini banyak menyerang
wanita dari para pria.
2.8 Gejala Hipertensi
Diagnosa dari penyakit hipertensi ini biasanya disebabkan
karena berdasarkan data-data anamnesis atau berupa riwayat keluarga, faktor
resiko dan juga gejala klinis yang dialami oleh penderita, pemeriksaan jasmani,
dan terutama pemeriksaan tekanan darah, dan juga pemeriksaan laboratorium dan
pemeriksaan penunjang seperti foto dada dan rekam jantung. Gejala penyakit hipertensi darah tinggi untuk
menguatkan diagnosis hipertensi salah satunya adalah adanya riwayat penyakit
hipertensi pada kedua orang tua, karena hal ini bisa memperbesar dugaan kearah
hipertensi primer. Usia penderita juga menjadi salah satu penyebab
dari masalah penyakit hipertensi.
Biasanya gejala penyakit
hipertensi darah tinggi ditandai dengan meningkatnya tekanan darah yang
seringkali merupakan satu-satunya gejala pada hipertensi esensial. Dan
gejala-gejala misalnya seperti sakit kepala, mimisan, dan juga pusing, atau
juga migrain yang sering ditemukan sebagai salah satu gejala penyakit
hipertensi darah tinggi. Kadang-kadang penyakit hipertensi esensial ini
berjalan tanpa adanya suatu gejala dan juga baru timbul suatu gejala setelah
terjadinya komplikasi yang terjadi pada organ sasaran misalnya adalah pada
ginjal, otak, dan jantung.
Gejala penyakit hipertensi darah tinggi bisa menimbulkan masalah
komplikasi dan bisa disertai dengan penyakit yang lainnya. Biasanya
penyakit ini muncul dengan bersamaan yang justru bisa memperburuk
kerusakan suatu organ. Komplikasi yang terjadi salah satunya adalah penyakit jantung koroner.
Gejala hipertensi yang semakin
berat dan kian lama dirasakan akan menampakkan gejala seperti :Sakit
kepala, sering merasa pusing yang terkadang dirasakn sangat berat, nyeri perut,
muntah, Anoreksia, gelisah, berat badan turun, keluar keringat secara
berlebihan, Epistaksis, Palpitasi, Poliuri, Proteinuri, Hematuri, dan Retardasi
atau pertumbuhan
Pada gejala hipertensi yang
semakin kronis akan muncul gejala, seperti : Ensefalopati
hipertensif, Hemiplegi, Gangguan penglihatna dan pendengaran, Pareses dan
facialis, Penurunan kesadaran. Gejala pada tekanan darah tinggi yang memasuki
stadium kronis atau akut dan menimbulkan gejala seperti diatas, membuat
beberapa penderita hipertensi ini sampai dalam keadaan koma. Apabila dilakukan
pemeriksaan secara fisik, umumnya tidak ditemui kelainan apapun selain tekanan
darah semakin tinggi, namun dapat pula ditemukan perubahan pada retina mata,
seperti terjadi perdarahan, eksudat (kumpulan cairan), penyempitan pembuluh
darah, dan pada keadaan yang sangat kronis mengakibatkan edema pupil mata.
Komplikasi hipertensi dengan
penyakit jantung koroner ini sebagai akibat dari terjadinya pengapuran yang
terjadi pada dinding pembuluh darah jantung. Penyempitan yang terjadi pada
lubang pembuluh darah jantung ini biasanya menyebabkan masalah berkurangnya
suatu aliran darah pada beberapa bagian dari otot jantung. Hal ini bisa
menyebabkan rasa nyeri yang sakit di dada dan bisa berakibat gangguan pada
masalah otot jantung. Bahkan, bisa juga menyebabkan timbulnya masalah
serangan jantung.
Komplikasi lainnya adalah masalah gagal jantung,
tekanan darah tinggi yang kemudian memaksa otot jantung untuk tetap bekerja
lebih berat dalam memompa darah. Kondisi ini bisa menyebabkan masalah otot
jantung yang kemudian menebal dan meregang sehingga daya pompa otot kemudian
mengalami penurunan, dan bisa menyebabkan kegagalan pada kerja jantung secara
umum.
2.9 Jenis-jenis Hipertensi
Hipertensi
berdasarkan penyebabnya dibagi menjadi dua jenis:
2
Hipertensi
primer atau essensial hipertensi yang tidak atau belum diketahui penyebabnya
(terdapat pada kurang lebih 90 % dari seluruh hipertensi)
3
Hipertensi
sekunder adalah hipertensi yang disebabkan sebagai akibat dari adanya penyakit
lain
Hipertensi
primer kemungkinan memiliki banyak penyebab, beberapa perubahan pada jantung
dan pembuluh darah bisa menyebabkan meningkatnya tekanan darah. Jika
penyebabnya diketahui maka disebut dengan hipertensi sekunder. Pada sekitar
5-10% penderita hipertensi, penyebabnya adalah penyakit ginjal, sedangkan
sekitar 1-2 % penyebabnya adalah kelainan hormonal atau pemakaian obat tertentu
(pil KB). Penyebab hipertensi lainnya yang jarang adalah feokromositoma, yaitu
tumor pada kelenjar adrenal yang menghasilkan hormon epinephrine atau
nor-epinephrine. Kegemukan (obesitas), gaya hidup yang tidak aktif (malas
berolah raga), stres, alkohol, dan garam dalam makanan bisa memicu terjadinya
hipertensi pada orang-orang yang memiliki kepekaan yang diturunkan (genetik). Stres
cenderung menyebabkan kenaikan tekanan darah untuk sementara waktu, jika stres
telah berlalu, maka tekanan darah biasanya akan kembali normal (Ganong, 2000)
2.10
Penemuan dan Pengembangan Obat Antihipertensi
Penelitian
untuk membantu penderita telah dilakukan sejak dahulu, bahkan sejak tahun 3000
SM. Namun demikian hingga tahun 1950-an belum ditemukan obat antihipertensi
yang baik dan tepat. Pada tahun-tahun tersebut juga diketahui bahwa angka
harapan hidup penderita hipertensi hanya 8 tahun. hal ini berkaitan dengan
kondisi penderita, semakin tinggi tekanan darah semakin tinggi tingkat
kesakitannya.
Pada
tahun 1960-an dilakukan suatu penelitian rintisan oleh Veterans Administration Cooperative
Study Group on Antihypertensive Agents. Hasil penelitian itu
melaporkan bahwa pengobatan antihipertensi terbukti dapat menurunkan angka
kesakitan dan komplikasi yang fatal maupun nonfatal. Pada tahun itu digunakan
obat-obatan antihipertensi yang mempunyai efek samping yang cukup berat.
Obat-obatan itu hanya dianjurkan untuk penderita hipertensi yang parah. Banyak
jenis obat antihipertensi pada masa itu, sekarang tidak digunakan lagi
Pada
tahun 1970-an telah tersedia obat antihipertensi yang mempunyai sedikit efek
samping. Obat-obatan itu dapat diberikan kepada penderita hipertensi ringan
yang mempunyai risiko kardiovaskular lebih rendah. Suatu penelitian menyebutkan
bahwa obat-obatan pada masa itu dapat menurunkan 35-40% risiko stroke dan
20-25% penyakit jantung koroner.
Pada
tahun 1977 dikeluarkan panduan pengobatan hipertensi oleh The
Joint National Committeeon Prevention Detection, Evaluation, and Treatmen
of High Blood Pressure (JNC I). Obat antihipertensi yang
dipakai pada waktu itu antara lain: Klonidin, Metildopa, Prazona, Pronanolol,
dan Rauwolfia. Pada tahun itu, terdapat suatu kesimpulan bahwa setiap orang
yang menderita hipertensi dengan angka 160/90 mmHg secara terus-menurus
dilakukan pengobatan, tanpa membatasi umur penderita.
Pada
tahun 1980-an muncullah era Beta-blocker sebagai obat
antihipertensi. Obat ini bekerja dengan cara menghambat kerja jantung yaitu
mengurangi kontraksinya sehingga tekanan darah menurun. Akan tetapi, kemudian
timbul kontroversi, manakah yang lebih baik mengobati hipertensi.
Pada
tahun 1993, JNC V mengeluarkan panduan pengobatan hipertensi. Panduan
pengobatan ini merupakan perbaikan dari panduan yang dikeluarkan sebelumnya
(JNC IV). JNC V mulai melakukan terapi individual, lebih moderat, dan lebih
menyukai pemakian Beta-blocker dan Diuretik. Kedua jenis obat antihipertensi
ini terbukti dapat menurunkan morbiditas (tingkat kesakitan) dan mortalitas
(tingkat kematian). Pada tahun itu pula penggunaan obat antihipertensi jenis
ACE inhibitor mulia dapat diterima, walaupun belum terbukti secara menyakinkan
dapat menurunkan morbiditas n mortalitas. Dikeluarkannya panduan pengobatan
hipertensi oleh JNC V juga terbukti menurunkan angka kejadian stroke dan payah
jantung. Di sisi lain, adanya panduan itu mengakibatkan meningkatnya angka
kejadian gagal ginjal. Laporan lain juga menyebutkan bahwa banyak pasien
hipertensi yang menghentikan pengobatan karena efek samping obat yang
digunakan. Beberapa jenis obat yang diduga menimbulkan efek samping yaitu
Beta-blocker, Diuretik, Antagonis kalsium, dan ACE-inhibitor.
Pada
tahun 1997 JNC VI mengeluarkan panduan pengobatan hipertensi, dengan memasukkan
obat antihipertensi baru yaitu golongan AIIRA. Obat baru ini efek sampingnya
tidak begitu tinggi sehingga dinilai sebagai obat antihipertensi yang lebih
baik dibandingkan dengan obat-obat antihipertensi sebelumnya. Pada tahun 2003
JNC VII mengeluarkan panduan pengobatan hipertensi terbaru, berupa petunjuk
pencegahan dan pengelolaan hipertensi. Dalam laporan tersebut dijelaskan
tentang perlakuan terapi, perubahan gaya hidup, dan jenis-jenis obat
antihipertensi yang dianjurkan. Beberapa jenis obat antihipertensi yang
dianjurkan meliputi ACE-inhibitor, penghambat reseptor angiotensin (Angiotensin-reseptor
blocker = ARBs), Beta-blocker, penghambat saluran kalsium (Calcium
channel blocker = CCBs), dan thiazide diuretik. Selain penggunaan
antihipertensi tunggal, JNC VII juga merekomendasikan penggunaan kombinasi obat
antihipertensi untuk mengobati hipertensi, misalnya kombinasi antara obat
golongan ACE-inhibitor dan CCBs, ACE-inhibitor dan diuretik, ARBS dan diuretik,
atau Beta-blocker dan diuretik.
2.11 Uji Klinis Obat Antihipertensi
Pada
beberapa uji klinis, pemberian obat anti hipertensi dihubungkan dengan
penurunan resiko stroke sebesar 35 – 40%. Penurunan tekanan darah sistolik
sebesar 12 mmHg selama 10 tahun akan mencegah 1 kematian dari 11 pasien yang
mendapat terapi obat antihipertensi. Pengendalian tekanan darah pasca serangan
stroke merupakan hal yang penting untuk mencegah serangan stroke ulang. Bukti
uji klinis menunjukkan pengendalian tekanan darah yang adekuat akan menurunkan
resiko serangan ulang dan komplikasi lain. Pertimbangan keefektifan, keamanan,
dan keterjangkauan obat harus didiskusikan secara seksama dengan pasien.
a. Penanganan Hipertensi pada
Stroke
Adanya
prevalensi yang tinggi hipertensi di masyarakat dan akibat yang ditimbulkannya
merupakan masalah kesehatan yang cukup penting, terlebih hipertensi sering
tidak menimbulkan gejala dan baru disadari setelah terjadi gangguan organ
seperti ginjal, otak, dan jantung sehingga sering hipertensi ditemukan tanpa
sengaja, yakni pada waktu check up atau setelah muncul keluhan lain. Hipertensi
merupakan salah satu penyakit utama di dunia, mengenai hampir 50 juta orang di
Amerika dan hampir 1 miliar di dunia, dan hampir 90% diderita oleh orang diatas
55 tahun.
Pada
penelitian Framingham didapatkan hubungan yang linier dan positif antara
hipertensi dan terjadinya stroke, baik pada perempuan maupun laki-laki, baik
stroke perdarahan maupun non perdarahan (Didier 2002). Walaupun tidak ada batas
yang jelas siapa yang akan terkena atau siapa yang tidak, jumlah stroke
meningkat 2 kali lipat pada setiap kenaikan tensi 7.5 mmHg diastole.
Pada
penelitian Dr. Broderick (ISC 2003) pada bagian neurology Universitas
Cincinnati, Ohio mendapatkan bahwa odds ratio pada pasien yang mendapat
pengobatan adalah 0.71 dibanding dengan 5.5 pada pasien yang tak mendapat
pengobatan. Sedang pada penduduk Amerika Afrika yang mendapat serangan stroke
iskemik pertama odds ratio adalah 0.57 jika diobati dan 4.0 jika tanpa diobati.
Pada kulit putih 0.77 pada yang diobati dan 6.3 pada yang tidak diobati.
b. Penanggulangan Hipertensi
pada Stroke
Pada
stroke iskemik akut (AHA/ASA Guideline,2007) kenaikan tekanan darah > 160
mmHg ditemukan lebih dari 60% pasien stroke akut. Tekanan darah yang naik atau
turun memberikan outcome stroke yang jelek. Setiap kenaikan 10 mmHg diatas 180
mmHg memberikan resiko kelainan neurologi sebesar 40% dan outcome yang buruk
meningkat 23%. Kenaikan tekanan darah dapat pula disebabkan oleh stress dari
stroke sendiri, kandung kemih yang penuh, nyeri, mual, reaksi terhadap
hipoksia, atau reaksi terhadap kenaikan tekanan intrakranial..
Penurunan
tekanan darah juga harus segera dilaksanakan jika terjadi hipertensi
ensefalopati, disseksi aorta, gagal ginjal akut, udem paru atau infark miokard
akut. Namun penurunan tekanan darah yang agresif memperburuk tekanan perfusi
serebral dan memperburuk daerah iskemi. Pada banyak pasien tekanan darah akan
turun dengan sendirinya setelah pasien berbaring di kamar yang tenang, kandung kemih
telah dikosongkan dan nyeri telah diatasi, juga penurunan tekanan intrakranial
akan menurunkan tekanan darah.
Konsensus
terakhir memutuskan tekanan darah pada stroke iskemik akut hanya diturunkan
jika tekanan darah sistole > 220 mmHg dan diastole > 120 mmHg. Setelah
dipastikan bahwa tindakan emergensi penurunan darah harus dilaksanakan maka
penurunan harus dilaksanakan secara perlahan-lahan dan hati-hati, dan
diturunkan di antara 15% – 25% pada hari pertama. Pemilihan obat penurun
tekanan darah harus disesuaikan dengan kondisi pasien, misalkan pada penderita
sama tak diberikan gol. Beta blocker, juga nifedipin sublingual tak diberikan
pada pasien stroke ischaemi akut karena efeknya yang panjang. Sedangkan rtPA
tidak boleh diberikan jika tekanan darah sistole > 180 mmHg dan diastole
> 110 mmHg. Pada pasien-pasien yang sebelumnya minum obat antihipertensi,
umumnya didapatkan tensi yang tinggi juga pada waktu mendapat serangan stroke,
maka umumnya obat penurun tekanan darah diberikan 1 hari setelah serangan stroke
(Schrader et al, 2003). Pengobatan ini juga tergantung pada status neurology
pasien dan penyakit-penyakit lain yang berperanan dalam terjadinya stroke,
kemampuannya menelan, dan lain-lain.
2.12
Terapi Hipertensi
Pengobatan hipertensi ada 3 macam, yaitu:
a. Terapi non farmakologis .
Langkah awal dalam
mengobati hipertensi dapat dilakukan secara non farmakologis. Pembatasan asupan
natrium dapat merupakan pengobatan efektif bagi banyak pasien dengan hipertensi
ringan. Diet rata rata orang Amerika mengandung sekitar 200 meq natrium setiap
harinya. Diet yang dianjurkan untuk pengobatan hipertensi adalah 70-100 meq
natrium setiap harinya, dapat dicapai dengan tidak memberi garam pada makanan
selama atau sesudah memasak dan menghindari makanan yang
diawetkan dengan kandungan natrium besar. Kepatuhan dalam pembatasan natrium
dapat ditentukan dengan mengukur ekskresi natrium urine setiap 24 jam, yang
dapat memperkirakan masukan natrium sebelum dan sesudah petunjuk untuk
melakukan diet. Diet yang kaya buah dan sayuran dengan sedikit produk rendah
lemak efektif menurunkan tekanan darah, diduga berkaitan dengan tinggi kalium
dan kalsium pada diet tersebut. Pengurangan berat badan, walaupun tanpa
pembatasan natrium, telah terbukti dapat menormalkan tekanan darah sampai
dengan 75% pada pasien kelebihan berat dengan hipertensi ringan hingga sedang.
Olah raga teratur telah terbukti dapat menurunkan tekanan darah pada pasien
hipertensi (Benowitz, 2002).
b.
Terapi
farmakologis
Obat –obat hipertensi
dibagi menjadi beberapa golongan yaitu;
1. Diuretik.
Diuretik menurunkan
tekanan darah terutama dengan cara mendeplesi simpanan natrium tubuh. Awalnya,
diuretik menurunkan tekanan darah dengan menurunkan volume darah dan curah
jantung, sehingga tahanan perifer menurun. Setelah 6-8 minggu , curah jantung
kembali normal karena tahanan vaskular perifir menurun. Natrium dapat
menyebabkan tahanan vaskular dengan meningkatkan kekakuan pembuluh darah dan
reaktivitas saraf, yang diduga berkaitan dengan terjadinya peningkatan pertukaran natrium-kalsium dengan hasil akhir peningkatan kalsium
intraseluler. Efek tersebut dapat dikurangi dengan pemberian diuretik atau
pengurangan natrium. Contoh obat diuretik yang sering digunakan untuk
menurunkan hipertensi adalah: spironolactone, dan hydrochlorothiazide
(thiazide) yang mempunyai efek cukup kuat sebagai diuretik dan efektif untuk menurunkan
tekanan darah dalam dosis yang rendah (Benowitz,2002).
2. Obat simpatoplegik
Mempunyai mekanisme
kerja menurunkan tekanan darah dengan cara menurunkan tahanan perifer,
menghambat fungsi jantung, dan meningkatkan pengumpulan vena didalam pembuluh
darah kapasitans (dua efek terakhir menyebabkan penurunan curah jantung).
Contoh obat golongan ini adalah: Methyldopa dan clonidine (Benowitz, 2002).
3. Obat vasodilator langsung.
Semua vasodilator
yang digunakan untuk hipertensi merelaksasi otot polos arteriol, sehingga dapat
menurunkan tahanan vaskular sistemik. Penurunan tahanan arteri dan rata-rata
penurunan tekanan darah arteri menimbulkan respon kompensasi, dilakukan oleh baroreseptor
dan sistem saraf simpatis, seperti halnya renin angiotensin dan aldosteron.
Respon-respon kompensasi tersebut melawan efek anti hipertensi vasodilator.
Vasodilator bekerja dengan baik apabila dikombinasikan dengan
obat antihipertensi lain yang melawan respon kompensasi kardiovaskular. Contoh
obat–obat vasodilator adalah Hydralazine dan minoxidil (Benowitz,2002).
4. Obat yang menyekat produksi atau efek Angiotensin.
Rilis renin dari
korteks ginjal distimulasi oleh penurunan tekanan arteri ginjal, stimulasi
saraf simpatis dan penurunan pengiriman natrium atau peningkatan konsentrasi
natrium pada tubulus distalis ginjal. Renin bekerja terhadap angiotensin untuk
melepaskan angiotensin I dekapeptida yang tidak aktif. Angiotensin I kemudian
dikonversi, terutama oleh enzim pengubah angiotensin endothelial (endothelial
angiotensin-converting enzyme, ACE), menjadi oktapeptida angiotensin II
vasokonstriktor arterial, yang akan dikonversi menjadi angiotensin III didalam
kelenjar adrenal. Angiotensin II mempunyai aktifitas vasokonsriktor dan retensi
natrium.Angiotensin II dan III menstimulasi rilis aldosteron. Contoh obat
golongan ini adalah ; captopril,enalapril dan lisinopril (Benowitz, 2002)
Gambar.
Antihipertensi
yang bekerja pada Humoral
2.13 Macam-macam Tumbuhan untuk Hipertensi
Menurut Wiryowidagdo, 2002 tanaman obat tradisional yang
dapat digunakan untuk penyakit hipertensi yaitu:
1). Bawang putih (Allimun sativum)
Khasiat
bawang putih dalam mencegah berbagai penyakit sudah lama menjadi perhatian para
ilmuwan. Selain sebagai antikanker, ternyata bawang putih juga mampu mengatasi
tekanan darah tinggi (hipertensi). Bawang putih adalah suatu tumbuhan dari suku
liliaceae dengan nama latin Allium sativum Linn. dalam bahasa inggris
disebut garlic. Bagian yang banyak digunakan sebagai bumbu masak adalah umbi
lapis atau masyarakat menyebutnya siung. Bawang putih yang banyak tersedia di
pasar tradisional maupun pasar moderen ini sudah lama populer sebagai bumbu
masakan dan selalu tersedia di dapur masyarakat indonesia bahkan seluruh dunia
sehingga sangat mudah diperoleh. Saat ini bawang putih banyak digunakan sebagai
herbal suplemen ataupun alternative medicine.
Bawang
putih mengandung banyak komponen kimia aktif tiosulfinat (allicin)
yang terbentuk dari alliin yang dikatalisis oleh enzim allinase di membran sel
umbi bawang putih. Allicin adalah komponen utama yang membuat bau
menyengat pada bawang putih dan bertanggungjawab dalam sifat farmakologinya.
Herba ini telah banyak disitasi dalam jurnal ilmiah bereputasi internasional
dan dilaporkan dapat menurunkan kadar kolesterol, antimikroba, dan
antiplatelet. Selain itu, penelitian tentang efek antihipertensi juga telah
dilakukan dan memperlihatkan efek yang signifikan dalam menurunkan tekanan
darah pada hewan coba dan manusia. Mekanisme penurunan tekanan darah dengan
mereduksi atau menghambat enzim pengkonversi angiotensi (angiotensin II
berfungsi sebagai vasokontriksi kuat). Sirkulasi angiotensin II menurun pada
tikus yang diberi makan bawang putih dibandingkan dengan kontrol. Uji klinik
pada manusia dilaporkan dapat menurunkan tekanan darah diastol sebesar 2-7% dan
tekanan darah sistol sebesar 3 %.
Racikan
bawang putih dalam sediaan farmaseutika telah banyak tersedia seperti garlic
extracts, oil macerates, raw garlic, dried powders, volatile oil, juice,
aqueous atau alcoholic extracts, dan enteric-coated dan standardized
dehydrated tablets. Dosis penggunaan sehari dalam bentuk serbuk adalah
600-900 mg dengan kandungan allicin 1,3 % (MD Anderson Cancer Center
(TheUniversity of Texas], 2002). Sedangkan menurut WHO (1999), dalam bentuk
segar 2-5 g sehari, serbuk kering 0,4-1,2 g, minyak 2-5 mg, ekstrak kering
300-1000 mg.
2). Seledri (Apium graveolens)
Seledri memiliki kandungan senyawa trepenoid dan flavonoid.
Flavonoid memiliki aktivitas sebagai anti aterosklerosi, anti inflamatori,
antioksidan dan antihipertensi.
3). Blimbing wuluh (Averrhoa bilimbi)
Belimbing
wuluh termasuk suku atau familia Oxalidaceae. Tumbuhan yang berasal dari
Malaysia ini mudah ditemui di daerah dengan ketinggian hingga 500 meter di atas
permukaan laut. Belimbing wuluh selain mudah ditemukan dan murah harganya
juga dikenal sebagai salah satu bumbu sekaligus penyedap masakan, juga memiliki
manfaat sebagai obat alami, terutama untuk menurunkan penyakit tekanan darah
tinggi.
4). Teh (Camellia sinensis)
Teh
berfermentasi berat ini memiliki aroma dan rasa yang kuat. Dapat menghilangkan
lemak dan membantu kerja pencernaan. Supaya khasiat tehnya tidak rusak seduh
dengan suhu air Kurang lebih 90 derajat celcius.
5). Mengkudu (Morinda citrifolia)
Daun dan buah Morinda citrifoiia mengandung alkaloid,
saponin, flavonoida dan antrakinon. Di samping itu daunnya juga mengandung
polifenol. Telah dilakukan beberapa penelitian preklinik mengenai kandungan
kimia, efek anti inflamasi, anti bakteri dan, efek terhadap kadar gula darah
dan efek hipotensif. Penggunaan buah Mengkudu sebagai obat tekanan darah tinggi
di masyarakat pada umumnya adalah dengan minum air perasan yang telah disaring
dari dua buah Mengkudu masak dan diminum 2 kali sehari dengan takaran yang
sama.
7). Kumis kucing
Daun ini mengandung alkaloida, saponin, flavonoida, polifenol.
Manfaat dari kumis kucing ini sebagai diuretik, pelarut kalsium oksalat, anti
bakteri. Penggunaan sebagai obat hipertensi adalah karena khasiat diuretik yang
dimilikinya. Penggunaannya secara umum dengan merebus
8). Buah papaya
Buah papaya merupakan buah-buahan yang serba guna dan mempunyai
nilai gizi yang tinggi terutama kadar vit C dan vitamin A. setiap 100 gram
mengandung 3,65 mg vit A dan 78 vit C. Selain itu buah papaya juga mengandung
pectin dengan kadar yang tinggi dan juga bias dijadikan obat alternative bagi
penyakit hipertensi.
9). Mentimun (Cucumis sativus )
Mentimun merupakan sayuran yang mengandung banyak mineral
yaitu potassium, magnesium, dan pospor. Mineral magnesium disini berperan untuk
melancarkan aliran darah dan menenagkan saraf. pemanfaatan mentimun dalam menurunkan
tekanan darah pada penderita hipertensi yaitu dengan cara mengeluarkan cairan
tubuh (melalui air seni). Menurut Wijayanti, S dkk 2012, buah
papaya yang di olah menjadi teh akar papaya yang dapat dijadikan suatu
perlindungan atau peningkatan penyembuhan bagi penyakit hipertensi.
2.14 Beberapa Reaksi Sintesis Obat Kardiovaskuler
a.
Hydralazine INN, BAN, Hydralazine
Hydrochloride USAN
b.
Methyldopa INN, BAN, USAN
c.
Diazoxide INN, BAN, USAN
d.
Sodium Nitroprusside USAN
DAFTAR PUSTAKA
Abdul. 2011. Bawang Putih sebagai Obat Antihipertensi (http://abdulmalik99.word
press.com/2011/08/01/bawang-putih-sebagai-obat-antihipertensi/) diakses tanggal 15 Mei 2014 Pukul 09.30
WIB.
Dinda. 2009. Interaksi
Obat Jantung. (http://medicafarma.blogspot.com/2009/07/interaksi-obat-jantung.html) diakses tanggal 15 Mei Pukul 11.15 WIB.
Hariana, H.Arief. 2006. Tumbuhan Obat dan Khasiatnya Jilid 1,penebar
swadaya : Jakarta.
Hariana, H.Arief. 2006, Tumbuhan Obat dan Khasiatnya Jilid 3,penebar
swadaya : Jakarta.
Mulyani. 2011. Obat Kardiovaskular (http://repository.usu.ac.id
/bitstream/123456789/26908 /4/Chapter%20II.pdf) diakses tanggal 15 Mei Pukul 10.15 WIB.
Suryono. 2013. Terapi Hipertensi (http://bahaya-hipertensi.blogspot.com/2013/08/perkem
bangan-terapi-hipertensi.html) diakses tanggal 15 Mei Pukul 10.10 WIB.
Tjay, Tan Hoan dan Kirana Raharja. 2002. Obat-Obat
Penting. Jakarta: PT. Elex
Media Komputindo.
Widjajanti, Nur Aini. 1988. Obat-obatan. Yogyakarta:
Kanisius.
Komentar
Posting Komentar