Aplikasi manipulasi genetik pada bidang energi

Pengembangan bioenergi seperti bioetanol dari biomassa sebagai sumber bahan baku yang dapat diperbarui merupakan satu alternatif yang memiliki nilai positif dari aspek sosial dan lingkungan. Pada umumnya etanol diproduksi melalui fermentasi dengan bantuan mikroorganisme sehingga disebut bioetanol. Satu diantara energi alternatif yang relatif murah ditinjau aspek produksinya dan relatif ramah lingkungan adalah pengembangan bioetanol dari limbah-limbah pertanian (biomassa) yang mengandung banyak lignocellulose seperti bagas (limbah padat industri gula). Proses produksi etanol dalam proses hidrolisis biasanya dilakukan dengan menggunakan asam sulfat atau asam klorida. Namun metode ini kurang ramah lingkungan karena penggunaan asam dalam proses tersebut disamping biaya bahan kimia tersebut yang relatif mahal, asam juga dapat menimbulkan korosif. Pengembangan teknologi bioproses dengan menggunakan enzim pada proses hidrolisisnya diyakini sebagai suatu proses yang lebih ramah lingkungan.
Pemanfaatan enzim sebagai zat penghidrolisis tergantung pada substrat yang menjadi prioritas. Untuk perlakuan awal, digunakan jamur pelapuk putih kemudian dengan menggunakan enzim selulase untuk menghidrolisis selulosa menjadi glukosa, dan dilanjutkan dengan fermentasi dengan menggunakan S. cerivisiae untuk mengkonversi menjadi etanol. Namun, pemanfaatan enzim selulase dan yeast S. cerivisiae tidak mampu mengkonversi kandungan hemiselulosa pada bagas. Padahal sekitar 20-25% komposisi karbohidrat bagas adalah hemiselulosa. Proses hidrolisis dan fermentasi ini akan sangat efisien dan efektif jika dilaksanakan secara berkelanjutan tanpa melalui tenggang waktu yang lama, hal ini yang sering dikenal dengan istilah Simultaneous Sacharificatian dan Fermentation (SSF). Dalam proses SSF, hidrolisis dan fermentasi dilakukan dalam suatu reaktor. Keuntungan dari proses ini adalah polisakarida yang terkonversi menjadi monosakarida tidak kembali menjadi poliskarida karena monosakarida langsung difermentasi menjadi etanol.
Tahap pertama yang dilakukan pada penelitian ini yaitu persiapan sampel. Bagas dihaluskan (kurang lebih 30-60 mesh) kemudian dikeringkan. Enzim komersial yang dipakai dalam hidrolisis yaitu enzim xylanase. Sementara itu dilakukan juga pembiakan Saccharomyces Cerevisiae dan dilanjutkan proses SSF. Setelah itu dilakukan analisis lignin, holoselulosa dan α-selulosa. Lignin dianalisis dengan metode klason lignin yang termodifikasi yaitu dengan menambahkan asam sulfat. Sehingga dapat ditentukan konsentrasi etanol dengan menggunakan Gas Kromatografi (GC). Analisis Lignin pada Bagas juga dilakukan. Hasil analisis menunjukan bahwa kandungan lignin pada bagas berkisar 24% dari total bagas. Sehingga harus dilakukan biodegradasi lignin oleh Jamur C. subvermispora dan L. Edodes. Kemampuan jamur pelapuk putih untuk proses biodegradasi lignin disebabkan karena jamur ini mampu menghasilkan enzim-enzim seperti lignin peroxidase (LiP), manganese-dependent peroxidase (MnP), dan laccase. Enzim-enzim ini mampu mengoksidasi senyawa-senyawa fenolik yang terdapat pada lignin sehingga ikatannya akan rusak. Semakin banyak lignin yang terdegradasi maka hidrolisis akan semakin sempurna sehingga proses fermentasi untuk mengkonversi menjadi etanol akan optimal.
Salah satu keuntungan dari proses SSF adalah hidrolisis dan fermentasi dilakukan dalam satu wadah atau reaktor sehingga dapat berlangsung secara efisien. Pada penelitian ini dilakukan perlakuan yang berbeda agar hasil yang diperoleh dapat dibandingkan satu sama lain. Perlakuan tersebut antara lain kondisi derajat keasaman (pH) yang berlainan dan penambahan asam dengan konsentrasi rendah serta menggunakan sampel yang sudah diberi perlakuan dengan jamur pelapuk putih. Kondisi pH pada proses ini dikontrol dengan menambahkan Na-citrate buffer.

Berdasarkan hasil penelitian, produksi etanol tertinggi melalui proses SSF adalah pada kondisi pH 5 dengan menghasilkan konsentrasi etanol sebesar 2,709 g/L atau 4,7 % per massa bagas. Penambahan asam berkonsentrasi rendah mampu meningkatkan produksi etanol yang dihasilkan melalui proses SSF. Peningkatan tertinggi dengan penambahan asam klorida (HCl) konsentrasi 1% (v/v) yang menghasilkan etanol sebesar 3,249 g/L atau 5,6 % per massa bagas. Perlakuan jamur pelapuk putih Lentinus edodes  mampu meningkatkan produksi etanol dari bagas. Konsentrasi etanol yang dihasilkan sebesar 3,202 g/L atau 5,6 % per massa bagas dibandingkan tanpa perlakuan. Enzim xylanase mampu menghidrolisis hemiselulosa pada bagas, karena tanpa menggunakan enzim tidak ada etanol yang dapat dihasilkan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Western Blotting

MAKALAH KIMIA POLIMER: POLISAKARIDA DAN MODIFIKASINYA